Banjarmasin, Sun FM Radio – Kerusuhan yang terjadi di Papua Nugini membuat TNI mulai memperketat pengamanan di wilayah perbatasan Indonesia-Papua Nugini. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi dampak dari kerusuhan yang terjadi di Papua Nugini.
Pangkogabwilhan III Letjen TNI Richard T.H. Tampubolon menyebut kerusuhan di Papua Nugini tersebut berpotensi akan berpengaruh terhadap situasi pertahanan dan keamanan di perbatasan Indonesia-Papua Nugini.
BACA JUGA: Pemko Banjarmasin Mulai Lakukan Penertiban Parkir di Kawasan Jalan Lambung Mangkurat
"Kerusuhan yang terjadi di PNG perlu kita antisipasi, jangan sampai berimbas mengganggu situasi keamanan di perbatasan," kata Richard dalam keterangan tertulis dikutip Minggu (14/1).
"Kalian yang jaga di perbatasan ini harus lebih waspada lagi, terkait lintas negara, eksodus masyarakat PNG, penyelundupan senjata api, penyelundupan narkoba maupun tindak ilegal lainnya," lanjutnya.
Pada Senin (8/1) lalu, Richard diketahui melaksanakan kunjungan ke Komando Utama (KOUT) Satgas Pamtas Yonif 122/TS, di Kampung Skouw, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Papua.
Pada kesempatan itu, Richard menyampaikan tugas pengamanan perbatasan Yonif 122/TS adalah untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI, baik melalui kegiatan pembinaan teritorial dan komunikasi sosial dengan tetap mengedepankan faktor keamanan.
"Seperti perintah Panglima TNI yaitu 'TNI yang prima', bertugas harus mengikuti aturan dan perundangan, namun jangan karena mengutamakan kegiatan pembinaan teritorial dan komunikasi sosial di lapangan, kalian tidak waspada, lengah dan tidak disiplin," ucap Richard.
Lebih lanjut, Richard menyebut keberadaan Satgas ini juga untuk membantu Pemda dan masyarakat agar lebih bersinergi terkait dengan pengamanan pelintas batas ilegal.
"Mewaspadai penyelundupan narkoba antara negara, eksodus masyarakat PNG, penjual senjata api ilegal dan kegiatan ilegal lainnya dengan cara melakukan pembinaan teritorial dan komunikasi sosial, seperti pengobatan masyarakat, menjadi guru, berkebun dan lain-lainnya," ujarnya.
Sebelumnya, kerusuhan di Papua Nugini bermula setelah sekelompok tentara, polisi, dan sipir, melakukan pemogokan usai pemotongan gaji tanpa alasan.
Akibat dari kerusuhan itu, pemerintah Papua Nugini menetapkan status darurat selama 14 hari. Mereka juga mengerahkan tentara di jalan-jalan untuk berjaga.